Cerita Horor: Perjalanan Mencekam di Jalur Angker Solok-Padang
https://adijogja.com/ – Ini adalah cerita horor dari pengalaman mencekam melewati jalur angker yang tidak akan pernah aku lupakan. Aku tak pernah membayangkan perjalananku saat itu menjadi perjalanan panjang yang tak berujung di jalur angker.
Pada tanggal 1 Mei 2017, sekitar pukul 22.00 ketika kulihat jam di layar ponselku, mobil yang ayah kendarai bersamaku tengah melaju di jalur Solok menuju Padang.
Malam itu, udara di luar sangat dingin. Jalanan sangat sepi dan gelap, tidak ada lampu penerangan sepanjang jalan. Hanya cahaya lampu mobil kami yang memecah kegelapan.
Aku yang tadinya ingin beristirahat sejenak menjadi takut untuk membiarkan ayah menyetir sendiri. Ditambah, di luar hujan mulai turun. Ayah cukup sulit melihat situasi jalanan saat malam hari, apalagi ditambah guyuran hujan. Selain karena penglihatannya yang mulai kurang jelas, memang tidak ada pencahayaan lampu jalanan sama sekali.
Kubuka ponselku untuk melihat Google Maps. Sementara di luar, hujan turun semakin deras. Ayah beberapa kali melihat kaca spion mobil seperti memastikan ada kendaraan lain yang melintas di jalanan ini. Namun, nihil. Malam itu benar-benar sepi mencekam. Pepohonan di kiri-kanan jalan seolah membawa perjalanan kami semakin dalam menuju kegelapan.
Setelah beberapa kilometer perjalanan, kami melewati jalan yang penuh pohon-pohon besar di kiri dan kanan. Di balik pepohonan itu terdapat jurang yang begitu curam.
Karena hanya kami berdua, aku merasa harus tangkas menghadapi situasi apapun malam itu. Ayah yang berulang kali mengeluh akibat rabun, membuatku sedikit cemas.
Namun, kami merasa sedikit lega. Terlihat dari kaca spion ada seberkas cahaya lampu yang mulai menyusul mobil kami. Semakin dekat, kami bisa melihat itu sebuah mobil Innova berwarna putih.
Entah dari mana mobil itu muncul. Sebab, dari awal aku bisa memastikan bahwa tidak ada kendaraan lain selain mobil ayah. Tiba-tiba, “sring” terang sekali. Mobil Innova putih itu menyalakan lampu yang sangat terang, membantu ayah melihat jalanan di depan yang diselimuti kegelapan.
Ayah memacu mobil mengikuti mobil itu yang menyalip kami. Selama sepuluh menit kami mengikuti, aku merasakan sesuatu yang aneh. Mataku terasa berat untuk tetap terjaga, namun aku berusaha melawannya. Sementara ayah terlihat tetap berusaha membuntuti Innova putih itu.
Samar-samar kulihat mobil di depan kami belok ke kiri. Sebelum aku benar-benar tak kuasa menahan kantuk, aku cepat-cepat mencegat ayah yang ingin turut membanting setir mobil ke kiri mengikuti mobil di depan kami. Ayah sontak menginjak pedal rem. Dia tergelak.
“Ayah mau ke mana? Kita mau pulang kan? Lurus saja, Yah! Tidak ada jalanan belok di sini,” kataku.
Aku sangat ingat jalanan di sini. Tidak ada simpang, hanya ada jalanan lurus saja. Pun ketika aku melihat Google Maps website https://www.baktos.com untuk memastikan.
Raut wajah ayah terlihat sedikit pucat. Aku mencoba menenangkannya. Kembali meyakinkannya bahwa tidak ada persimpangan di jalan ini. Kuambilkan minum air mineral dari dalam tas yang masih tersisa setengah. Kubukakan tutupnya, lalu kusodorkan untuk ayah.
Di luar, hujan masih turun dengan derasnya. Kegelapan malam mengepung kami, ditambah kabut putih yang menyelimuti, membuat malam itu benar-benar mencekam.
Sesaat kemudian, bulu kudukku berdiri ketika tiba-tiba terdengar suara tangisan perempuan dari balik pepohonan. Sesaat kemudian, suara tangisan itu berubah menjadi jeritan yang bikin nyaliku menciut. Suaranya melengking memecah keheningan malam.
Kutengok raut wajah ayah. Aku rasa dia juga mendengarnya. Bergegas ayah kemudian menancap gas membawa mobil kami meninggalkan tempat itu. Setelah agak tenang, ayah melihat wajahku.
“Nak, kamu lihat kan tadi ada mobil yang belok ke arah kiri?” tanya ayah. “Ayah serius! Ayah cuma mau memastikan kalau mobil Innova itu ke arah kiri,” lanjutnya.
Aku menganggukkan kepala. Kupandangi raut wajah ayah yang tadinya santai kini berubah menjadi gelisah dan takut. Tidak seperti biasanya dia bersikap seperti ini.
“Kenapa, Yah?” tanyaku.
Ayah mengelus dada. Suasana hening sejenak. Udara di dalam mobil terasa gerah sekalipun pendingin tetap menyala. Suara jeritan perempuan yang masih terngiang memacu detak jantungku hingga tubuhku terasa panas-dingin.
“Jalanan di sini angker,” kata ayah setelah beberapa saat diam. “Di sebelah kiri kita tadi itu jurang. Ayah tahu itu. Tapi, Ayah tidak tahu kenapa ingin mengikuti mobil itu. Ayah merasa seperti setengah tidak sadar. Jika kamu tidak menghentikan Ayah, mungkin kita sudah di alam yang berbeda saat ini, Nak,” jelas ayah dengan nada yang sangat pelan.
Sontak bulu tengkukku kembali berdiri setelah mendengarkan pernyataan ayah. Walaupun aku sebenarnya sudah tahu karena aku hafal jalan ini, itu adalah pengalaman horor pertamaku. Aku belum pernah mengalami hal menyeramkan semacam ini sebelumnya.
“Ayah, tapi tadi aku juga melihat seperti ada jalan lain. Tetapi jalan itu pendek seperti terpotong,” jelasku.
“Iya, itu hanya khayalan. Mobil Innova yang entah betulan atau bukan itu seolah sengaja membuat kita nyaman, seakan-akan memimpin jalan mobil kita menuju perjalanan panjang tanpa ujung dan kematian.”
Aku sangat bersyukur. Aku merasa Tuhan masih menyayangiku dan ayah pada malam itu. Jujur, tidak ada yang bisa aku ungkapkan pada malam itu. Ayah juga menceritakan, bahwa jalanan yang tadi kami lalui adalah jalanan angker.
Setelah aku cari tahu, memang benar jalanan dari Solok menuju Padang itu dikenal angker. Konon sudah banyak memakan korban. Korban di sana rata-rata sepasang kekasih atau perempuan dan laki-laki. Adapun kasus seperti masuk jurang, kecelakaan, hingga hilang kendaraan terjadi di jalanan yang baru saja kami lewati.
Mulai hari itu, aku tidak pernah mau tidur ketika dalam perjalanan karena trauma malam itu. Jalanan dari Solok menuju Padang memang melewati hutan yang di kiri-kanannya terdapat tebing dan juga jurang dalam. Selama perjalanan, tidak ada tikungan maupun simpang, hanya ada jalanan lurus.